Senin, 28 November 2011

PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

            Pada tahun 1980 proyek pengembangan pendidikan guru (P3G) berhasil merumuskan persyaratan kemamouan bagi guru. Dalam standar Nasional Pendidikan (2005), sepuluh kompetensi tersebut disempurnakan menjadi empat kompetensi, yaitu:
-          Kepribadian
-          Profesional
-          Kependidikan
-          Sosial
Penyempurnaan tersebut dilakukan karena dari pengamatan praktik sehari-hari terkesan bahwa dalam mengajar, guru cenderung mengutamakan mengajar secara mekanistis, dan agak melupakan tugas mendidik. Di antara butir dari kompetensi profesional guru tersebut yang langsung terkait dengan kebutuhan para guru untuk promosi kenaikan pangkat dan jabatan mulai dari golongan IVa ke atas sesuai dengan yang lama adalah kompetensi profesional, yaitu kemempuan melakukan penelitian sederhana dalam rangka meningkatkan kualitas profesional guru, khususnya kualitas pembelajaran. Pada dasarnya ada beragam penelitian yang dapat dilakukan oleh guru, misalnya penelitian deskriptif, penelitian eksperimen, dan penelitian tindakan.

                        Di antara jenis penelitian tersebut yang di utamakan dan di sarankan adalah penelitian tindakan. Dari namanya sendiri sudah dapat di tebak, bahwa dalam penelitian tindakan terdapat kata tindakan, artinya dalam hal ini guru melakukan sesuatu. Arah dan tujuan penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru sudah jelas, yaitu demi kepentingan peserta didik dalam memperoleh hasil belajar yang memuaskan (jadi bukankah kepentingan guru). Di karenakan tindakan tersebut dimasuksudkan untuk meningkatkan hasil belajar siswa, maka harus berkaitan dengan pembelajaran.  Yang Dengan kata lain, penelitian tindakan kelas bukan sekadar mengajar seperti biasanya, tetapi harus mengandung satu pengrtian, bahwa tindakan yang dilakukan didasarkan atas upaya meningkatkan hasil, yaitu lebih baik dari sebelumnya. Ide yang dicobakan dalam penelitian tindakan harus cemerlang dan guru sangat yakin bahwa hasilnya akan lebih baik dari biasanya.


B.   Rumusan Masalah

1.      Apakah prinsip penelitian tindakan kelas?
2.      Bagaimanakah model penelitian tindakan kelas?
3.      Apa sajakah persyaratan penelitian tindakan kelas oleh guru?
4.      Bagaimanakah sasaran atau objek penelitian tindakan kelas?


C.   Tujuan Masalah

1.      Untuk mengetahui prinsip penelitian tindakan kelas.
2.      Untuk mengetahui  model penelitian tindakan kelas.
3.      Untuk mengetahui  persyaratan penelitian tindakan kelas oleh guru.
4.      Untuk mengetahui sasaran atau objek penelitian tindakan kelas.








BAB II
PEMBAHASAN

A.  Prinsip Penelitian Tindakan Kelas

            Agar peneliti memperoleh informasi atau kejelasan yang lebih baik tentang penelitian tindakan kelas, perlu kiranya dipahami beberapa prinsip-prinsip yang harus dipenuhi apabila berminat dan akan melakukan penelitian tindakan kelas. Dengan memahami prinsip-prinsip, dan mampu menerapkannya, kiranya apa yang dilakukan dapat berhasil dengan baik. Adapun prinsip-prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.      Kegiatan nyata dalam situasi rutin
     Penelitian tindakan dilakukan oleh peneliti tanpa merubah situasi rutin. Dengan demikian, apabila guru akan melekukan beberapa kali penelitian tindakan, tidak menimbulkan kerepotan bagi kepala sekolah dalam mengelola sekolahnya. Dengan adanya ketentuan ini maka hal yang dilaksanakan dalam penelitian tindakan harus yang terkait dengan profesi guru. Bagi guru yang profesinya mengajar, tindakan yang terkait dan cocok untuk dilakukan harus menyangkut pembelajaran, sedangkan untuk kepala sekolah dan pengawas harus menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan profesinya, yaitu bidang pendidikan yang bukan pembelajaran dikelas.
2.      Adanya kesadaran diri untuk memperbaiki kinerja
Penelitian tindakan kelas didasarkan atas sebuah filosofi bahwa setiap manusia tidak suka atas hal-hal yang statis, tetapi selalu menginginkan sesuatu yang lebih baik. Peningkatan diri untuk hal yang lebih baik ini dilakukan terus menerus sampai tujuan tercapai, tetapi sifatnya hanya sementara, karena dilanjutkan lagi dengan keinginan yang lebih baik yang datang susul menyusul. Dengan kata lain, penelitian tindakan dilakukan bukan karena ada paksaan atau permintaan dari pihak lain, tetapi atas dasar sukarela.


3.      SWOT sebagai Dasar berpijak
      Penelitian tindakan harus dimulai dengan melakukan analisis SWOT, terdiri atas unsur-unsur S-Strength (kekuatan), W-Weakness (kelemahan), O-Opportunity (kesempatan), T-Theat (ancaman). Empat hal tersebut dilihat dari sudut guru yang melaksanakan maupun siswa yang dikenai tindakan. Dengan berpijak pada hal tersebut, penelitian tindakan dapat dilaksanakan hanya apabila kesejalanan antara kondisi yang ada pada guru dan juga pada siswa. Tentu saja pekerjaan guru sebelum menentukan jenis tindakan yang akan di ujikan dan memerlukan pikiran yang matang.
4.      Upaya Empiris dan Sistemik
      Prinsip keempat ini merupakan penerapan prinsip ketiga. Dengan telah di lakukan analisi SWOT, tentu saja apabila guru melakukan penelitian tindakan, berarti sudah mengikuti prinsip empiris (terkait dengan pengalaman) dan sistemik, berpijak pada unsur-unsur yang terkait dengan keseluruhan sistem yang terkait dengan objek yang sedang digarap. Pembelajaran adalah sebuah sistem yang keterlaksanaannya didukung oleh unsur yang kait-mengkait. Jika guru mengupayakan cara belajar baru harus juga memikirkan tentang sarana pendukung yang berbeda, mengubah jadwal pelajaran dan hal-hal yang terkait dengan cara baru yang diusulkan tersebut.
5.      Ikut prinsip SMART dalam perencanaan
      SMART adalah kata bahasa Inggris yang artinya cerdas. Akan tetapi, dalam proses perencanaan kegiatan merupakan singkatan dari lima huruf yang bermakna. Adapun makna dari masing-masing huruf adalah sebagai berikut:
S   -  Specific, khusus, tidak terlalu umum;
M -  Managable, dapat dikelola, dilaksanakan;
A  -  Aceeptable, dapat diterimalingkungan, atau               
     Achievable, dapat dicapai, di jangkau,
R  - Realistic, operasional, tidak diluar jangkauan; dan
T  - Time-bound, diikuti oleh waktu, terencana.

     Ketika guru menyusun rencana tindakan harus mengingat hal-hal yang disebutkan dalam SMART. Tindakan yang dipilih peneliti harus:
a.     Khusus atau spesifik (tidak terlalu luas)
b.    Mudah di lakukan, tidak sulit atau berbelit
c.     Dapat diterima oleh subjek yang dikenai oleh tindakan
d.    Tidak menyimpang dari kenyataan dan jelas bermanfaat bagi dirinya
e.     Tindakan tersebut sudah tertentu jangka waktunya, yaitu kapan waktunya dapat di lihat hasilnya.

B.     Model Penelitian Tindakan Kelas

            Ada beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan dengan bagan berbeda, namun secara garis besar terdapat empat tahapan yaitu:
1.   Menyusun rancangan tindakan (planning)
      Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilaksanakan. Penelitian tindakan yang ideal sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan. Istilah untuk cara ini adalah penelitian kolaborasi. Penelitian kolaborasi ini sangat disarankan oleh para guru yang belum pernah atau masih jarang melaksanakan penelitian. Meskipun dilakukan bersama karena kelasnya berbeda dan tentu saja peristiwanya berbeda dan tentu saja hasilnya pun berbeda, dalam penelitian tindakan, masing-masing berdiri sebagai peneliti meskipun ketika menyusun rencana dilakukan bersama-sama. Dengan demiikian dalam menyusun tahapan rancangan ini peneliti menentukan titik atau fokus peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk di amati, kemudian membuat sebuah pengamatan untuk membantu peneliti merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung, sehingga pelaksan guru peneliti adalah pihak yang paling berkepentingan untuk meningkatkan kinerja, maka pemilihan strategi pembelajaran di sesuaikan dengan selera dan kepentingan guru.
2.   Pelaksanaan Tindakan (acting)
                        Yaitu pelaksanaan yang merupakan penerapan isi rancangan dengan mengenakan tindakan kelas. Hal ini perlu di ingat adalah bahwa dalam tahapan ini pelaksanaan guru harus ingat dan berusaha menaati apa yang telah dirumuskan dalam rancangan, tetapi harus berlaku wajar dan tidak di buat-buat. Ketika mengajukan laporan penelitiannya, peneliti tidak melaporkan seperti apa perencanaan yang di buat karena langsung melaporkan pelaksanaannya, oleh karena itu, bentuk dan isi laporannya harus sudah lengkap menggambarkan semua kegiatan yang dilakukan, mulai dari persiapan sampai penyelesaian. Banyak di antara karya tulis yang di ajukan oleh guru tidak dapat dinilai atau diterima oleh tim penilai karena isi laporannya tidak lengkap.

3.   Pengamatan (Observasi)
                        Sebetulnya sedikit kurang tepat kalau pengamatan ini dipisahkan dengan pelaksanaan tindakan karena seharusnya pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. Jadi, keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. Ketiga guru tersebut sedang melakukan tindakan, karena hatinya menyatu dengan kegiatan tertentu, tidak sempat menganalisis peristiwannya ketika sedang terjadi. Oleh karena itu, kepada guru pelaksana yang berstatus sebagai pengamat agar melakukan “pengamatan balik” terhadap apa yang terjadi ketika tindakan sedang berlangsung.
4.   Refleksi ( Reflecting)
                        Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika guru pelaksana sudah selesai melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. Istilah refleksi di sini sama dengan “memantul, seperti halnya memancar dan menatap kena kaca.” Dalam hal ini, guru pelaksana sedang memantulkan pengalamannya pada peneliti yang baru saja mengamati kegiatannya dalam tindakan. Inilah inti dari penelitian tindakan, yaitu ketika guru pelaku tindakan siap mengatakan kepada peneliti pengamat tentang hal-hal yang disarankan sudah berjalan baik dan bagian mana yang belum. Dengan kata lain, guru pelaksana sedang melakukan evaluasi diri.

C.    Persyaratan Penelitian Tindakan oleh Guru

            Tidak sedikit guru yang sudah pernah mengikuti pola pelatihan penelitian tindakan, tetapi ketika mengajukan laporan hasil pada tim penilai masih belum masih dapat diterima. Beberapa hal dibawah ini antara lain merupakan persyaratan untuk diterimanya laporan penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru tim penilai angka kredit kenaikan jabatan;
1.      Penelitian tindakan kelas harus tertuju atau menegenai hal-hal yang terjadi di dalam pembelajaran (tetapi bukan hanya pembelajaran biasa) dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
2.      Penelitian tindakan kelas oleh guru, menuntut dilakukannya pencermatan secara terus menerus, objektif dan sistematis. Artinya dicatat atau direkam dengan baik, sehingga diketahui dengan pasti tingkat keberhasilan yang diperoleh oleh peneliti serta penyimpangan yang terjadi.
3.      Penelitian tindakan harus dilakukan sekurang-kurangnya dalam dua siklus tindakan yang berurutan.
4.      Penelitian tindakan terjadi secara wajara tidak mengubah aturan yang sudah ditentukan yaitu dalam arti tidak mengubah jadwal yang berlaku.
5.      Penelitian tindakan harus benar-benar disadari oleh pelakunya sehingga pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengemukakan kembali apa yang dilakukan baik mengenai tindakan, suasana ketika terjadi reaksi siswa dan hal-hal yang dirasakan sebagai kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan rencana yang sudah dibuat sebelumnya.
6.      Peneliti tindakan harus benar-benar menunjukkan adanya tindakan yang dilakukan oleh sasaran tindakan yaitu siswa yang sedang belajar.

D.    Sasaran atau Objek Penelitian Tindakan Kelas

       Pada bagian ini akan dibahas mengenai sasaran atau objek yang dijadikan pokok pembicaraan dalam penelitian tindakan kelas sesuai dengan prinsip kedua, bahwa penelitian tindakan kelas harus tertuju atau mengenai hal-hal yang terjadi dalam kelas. Komponen-komponen dari sebuah kelas adalah:
1.      Siswa itu sendiri
            Merupakan objek ketika siswa bersangkutan sedang asyik mengikuti proses pembelajaran dikelas, lapangan, laboratorium maupun ketika sedang asyik mengerjakan pekerjaan rumah dengan serius atau ketika mereka sedang mengikuti kerja bakti diluar sekolah.
2.      Guru yang sedang mengajar
            Hal ini dapat dicermati ketika yang bersangkutan sedang mengajar dikelas, terutama cara guru memberi bantuan kepada siswa ketika siswa sedang membimbing berdarmawisata atau ketika guru sedang mengadakan kunjungan kerumah siswa (home visit).
3.      Materi pelajaran
            Materi pelajaran ini dapat tertulis dalam satuan pelajaran ketika materi tersebut disajikan kepada siswa, meliputi pengorganisasian, urutan cara penyajian dan pengaturannya.
4.      Peralatan yang digunakan
            Meliputi peralatan (sarana pendidikan) baik yang dimiliki oleh siswa secara perorangan, peralatan yang disediakan oleh sekolah, ataupun yang disediakan dan digunakan dikelas dan di laboratorium.
5.      Hasil pembelajaran
            Ditinjau dari tiga ranah yang dijadikan titik tujuan yang harus dicapai siswa melalui pembelajaran baik susunan maupun tingkat pencapaian hasil pembelajaran.
6.      Lingkungan pembelajaran
            Meliputi lingkungan sekolah baik dikelas maupun dilingkungan rumah setiap masing-masing siswanya.
7.      Pengelolaan atau pengaturan yang dilakukan oleh pimpinan sekolah.
            Merupakan gerak kegiatan yang sehingga mudah diatur dalam bentuk tindakan. Hal yang digolongkan sebagai kegiatan pengelolaan contohnya cara dan waktu mengelompokkan siswa ketika guru memberikan tugas pengaturan jadwal, denah tempat duduk, dan penataan peralatan milik siswa yang dipantau oleh pimpinan tersebut.














BAB III
PENUTUP

A.  Simpulan

      Dengan memahami dan mencoba melaksanakan penelitian tindakan kelas, sehingga semua penelitian berupaya untuk memecahkan suatu problema. Dilihat dari segi problema yang harus dipecahkan, penelitian tindakan kelas memiliki karakteristik penting yaitu problema yang diangkat kedalam problema yang dihadapi dikelas. Penelitian tindakan kelas dapat dilaksanakan sejak awal juga memang menyadari adanya tindakan yang terkait dengan proses pembelajaran yang dihadapi dikelas.
Apabila kita malakukan penelitian tindakan kelas sebetulnya wajib hukumnya. Jadi jika selama ini para guru belum melaksanakan barang kali belum memahami manfaatnya karena kurang berminat.

B.   Saran
       Penelitian dibidang pembelajaran yang semestinya dilakukan oleh guru adalah yang bertujuan meningkatkan mutu hasil pembelajaran dari siswanya, di kelas dan di sekolah. PTK (Penelitian Tindakan Kelas ) merupakan tindakan bagian penting dari upaya pengembangan profesional guru (tumbuhnya sikap profesional dalam diri guru) karena PTK mampu membelajarkan guru untuk kritis dan sistematis, mampu membiasakan untuk menulis dan mencatat.










DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, Suharsimi DKK. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Bumi Aksara.

Sudarsono, FX. 1999. Prinsip-prinsip Penelitian Tindakan. Makalah untuk Penataran Dosen,        Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta.

Suhardjono. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah pada Diklat Pengembangan Profesi           bagi Jabatan Fungsional Guru, Direktorat Tenaga Kependidikan Dasar dan         Menengah, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen    Pendidikan Nasional.

Suwarsih Madya. 1999. Rencana Penelitian Tindakan. Makalah disampaikan dalam           Penataran Guru, Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta.


KAJIAN MAKNA


Dr. T. Fatimah Djajasudarma. 1999. Semantik 2. Bandung: PT. Refika Aditama.

            Dalam bukunya akan membahas tentang ilmu pemahaman makna dan beserta kajian makna tersebut. Yang akan dibahas berikut ini;
1.1        Pendekatan makna
   Wittgenstein adalah tokoh pendekatan makna secara operasional
(pendekatan yang dapat menentukan tepatnya makna sebuah kata, di dalam kalimat) dalam bahasa seperti pada:
(1)   anak-anak pukul satu lekas pulang.
(2)   Anak-anak pukul satu cepat pulang.
Pada (1) lekas maknanya sama (sinonim) dengan cepat melalui subtitusi (penyulihan).
Makna dapat pula ditinjau dari pendekatan analitik atau referensial, yakni pendekatan mencari esensi makna dengan cara menguraikanya atau unsure-unsur utama, pendekatan tersebut berbeda dengan pendekatan operasional, yang mempelajari kata dalam penggunaannya, menekankan bagaimana kata secara operasional (bandingkan dengan makna gramatikal). Dalam pendekatan analitik makna kata dapat dirinci, seperti pada kata gadis, secara analitik dapat dirinci sebagai berikut:
Gadis   - -              +   bernyawa
                              +   manusia
                              +   dewasa
                              +   perempuan
                              ±   berambut panjang
(Nida, 1975: 22), pendekatan ekstensional adalah pendekatan yang memusatkan perhatian pada penggunaan kata di dalam konteks ( bandingkan dengan pendekatan yang memusatkan perhatian pada struktur-struktur konseptual yang berhubungan dengan satuan –satuan utama ( bandingkan dengan pendekatan analitik Wittgensten ).
1.2        Aspek Makna
Aspek makna menurut Palmer ( 1976 ) dapat dipertimbangkan dari fungsi, dan dapat dibedakan atas:
(1)   sense’pengertian’
(2)   feeling’perasaan’
(3)   tone’nada’
(4)   intension’tujuan’

5.2.1    Sense ( pengertian )
Aspek makna pengertian ini dapat dicapai apabila antara pembicara/ penulis dan kawan bicara berbahasa sama.pengertian disebut juga tema, yang melibatkan ide atau pesan yang dimaksud. Di dalam berbicara dalam kehidupan sehari-hari kita mendengar kawan bicara menggunakan kata-kata yang mengandung ide atau pesan yang dimaksud.
Kita memahami tema di dalam informasi karena yang kita katakan atau apa kita dengar memiliki pengertian dan tema: kita mengerti tema karena kita paham akan kata-kata yang melambangkantema tersebut.
1.2.2    feeling ( persaan )
Aspek makna persaan berhubungan dengan sikap pembicara dengan situasi pembicaraan. Di dalam kehidupa sehari-hari kita selalu berhubungan dengan perasaan ( mis, sedih, panas, dingin,gembira, jengkel, gatal ). Pernyataan situasi yang berhubungan dengan aspek makna perasaan tersebut digunakan kata-kata yang sesuai situasinya, Misalnya, tidak akan muncul ekspresi:
(1)   Turut berduka cita
(2)   ikut bersedih
(3)   I say my sympathy to…
Pada situasi bergembira, sebab ekpresi tersebut selalu muncul pada situasi kemalangan, atau kesedihan, mis.. bila ada yang meninggal dunia. Kata-kata tersebut memiliki makna yang sesuai dengan perasaan.
Sebagai penyair aspek makna perasaan yang menyelimuti dirinya diungkapkan di dalam kata-kata yang menyatakan pula tentang lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitarnya. Kadang-kadang apa yang kita rasakan tanpa disadari keluar dari mulut kita yang diungkapkan dengan kata-kata yang melibatkan makna aspek perasaan.
1.2.3    Tone (nada)
Aspek makna nada (tone) adalah “an attitude to his listener” (‘sikap pembicara terhadap kawan bicara’) atau dikatakan pula sikap penyair atau penulis terhadap pembaca. Aspek makna nada ini melibatkan pembicara untuk memilih kata-kata yang sesuai dengan keadan kawan bicara dan pembicara sendiri.
Hubungan pembicara-pendengar (kawan bicara) akan menentukan sikap yang akan tercermin di dalam kata-kata yang akan digunakan.
Aspek makna nada ini berhubungan pula dengan aspek makna perasaan, bila bila jengkel maka sikap kita akan berlainan dengan perasaan, bila kita jengkel maka sikap kita akan berlainan dengan persaan bergembira terhadap kawan bicara. Bila kita jengkel akan memilih aspek makna nada dengan meninggi, berlainan dengan aspek makna yang digunakan bila kita memerlukan sesuatu, maka akan beriba-iba dengan nada merata atau merendah. Bandingkanlah aspek makna nada berikut:
(1)   orang itu tidak tertarik tapi menarik.
(2)   kereta api dari yogya sudah dating.
(3)   kereta api dari yogya sudah datang?
(4)   Pergi!
Apa yang kita ungkapkan di dalam makna aspek tujuan memiliki tujuan tertentu, mis: dengan mengatakan “penipu kau!” tujuannya supaya kawan bicara mengubah kelakuan (tindakan) yang tidak diinginkan tersebut.
1.2.4    Intention (tujuan)
Aspek makna tujuan ini melibatkan klasifikasi pernyataan yang bersifat:
(1)   deklaratif
(2)   persuasive
(3)   naratif
(4)   politis
(5)   paedagogis (pendidikan)
Keenam sifat pernyataan tersebut dapat melibatkan fungsi bahasa di dalam komunikasi. Seperti terlihat pada diagram yang dikemukakan oleh leech (1975):


 


  







Fungsi yang sangat langsung melibatkan peran sosial dari bahasa adalah fungsi ekspresif, direktif, dan fatik.
Kita dapat melihat di antara keenam makna aspek tujuan tersebut di dalam penyuluhan pemerintah tentang kesehatan, dapat ditinjau dari makna aspek deklaratif, “Pemeliharaan kesehatan dapat menunjang program pemerintah di dalam memelihara lingkungan dan meningkatkan taraf kehidupan.

1.3        Jenis Makna
Kita ketahui bahwa bahwa kata memiliki makna kognitif (denotative : deskriptif), makna konotatif dan emotif. Kata dengan makna kognitif ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dan kata kognitif ini sering dipakai di bidang teknik. Kata konotatif  di dalam Bahasa Indonesia cenderung bermakna negatif, sedangkan kata emotif memiliki makna positif.
Satu kata dapat memiliki makna kognitif saja atau satu kata memiliki baik makna kognitif maupun makna konotatif atau makna emotif. Bandingkanlah kata amplop di dalam ekspresi berikut :
(1)         Saya membeli amplop di warung itu
(2)         Beri saja dia amplop, persoalannya akan beres
Makna kognitif kita dapatkan pada (1) sedangkan pada (2) kita dapatkan makna konotatif.
Para ahli telah mengemukakan berbagai jenis makna dan yang akan diuraikan disini beberapa jenis makna. Antara lain makna sempit, makna luas, makna kognitif, makna konotatif / emotif, makna gramatikal, makna leksikal,makna konstruksi, makna majas (kiasan), makna inti, makna idesional, makna proporsisi, makna piktoral.
1.3.1        Makna sempit
Perubahan makna suatu bentuk ujaran secara semantic berhubungan  tetapi ada juga yang menduga bahwa perubahan terjadi dan seolah-olah bentuk ujaran hanya menjadi objek yang relative permanent, dan makna hanya menempel seperti satelit yang berubah –ubah. Sesuatu yang menjadi harapan mereka adalah menemukan alasan mengapa terjadi perubahan, melalui studi makna dengan segala perubahannya yang terjadi terus-menerus.
Kata-kata luas bermakna luas di dalam Bahasa Indonesia disebut juga makna umum (generic) digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau ide yang umum. Gagasan atau ide yang umum bila dibubuhi rincian gagasan atau ide, maka maknanya akan menyempit (memiliki  makna sempit) bandingkanlah contoh berikut :
(1)   pakaian dengan pakaian wanita
(2)   saudara dengan saudara kandung
saudara tiri
saudara sepupu
(3)   garis dengan garis bapak
garis miring
1.3.2        Makna luas
Makna luas (widened meaning atau extended meaning di dalam bahasa Inggris) adalah makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari diperkirakan. Kata-kata yang berkonsep memiliki makna luas. Dapat muncul dari makna yang sempit.
Kata-kata yang memiliki makna luas digunakan untuk mengungkap gagasan atau ide yang umum, sedangkan makna sempit adalah kata-kata yang bermakna khusus atau kata-kata yang bermakna luas dengan unsure-unsur pembatas. Kata-kata bermakna sempit digunakan untuk menyatakan seluk-beluk atau rincian gagasan (ide) yang bersifat umum.
1.3.3        Makna Kognitif
Kognitif disebut juga makna deskriptif atau denotative adalah  makna yang menunjukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan.
Makna kognitif sering digunakan di dalam istilah teknik. Makna konginitif dengan sebutan bermacam-macam, antara lain deskriptif, denotative, fan kognitif konsepsional. Makna ini tidak pernah dihubungkan dengan hal-hal lain secara asosiatif, makna tanpa tafsiran hubungan dengan benda lain atau peristiwa lain, makna kognitif adalah makna sebenarnya, bukan makna kiasan atau perumpamaan. Bandingkanlah contoh berikut dan tentukan yang mana yang memiliki makna kognitif,
(1)         Hei, mana matamu?
(2)         Orang itu mata duitan.
(3)         Laki-laki mata keranjang tidak disukai perempuan.
(4)         Nilai mata uang dolar naik terus-menerus.
(5)         Siapa yang ingin telur mata sapi?
(6)         dst
1.3.4        Makna Konotatif dan Emotif
Makna konotatif yang dibedakan dari makna emotif karena yang disebut pertama bersifat negatif dan yang disebnut kemudian bersifat  positif. Makna  konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan kita terhadap apa yang diucapkan atau apa yang didengar. Makna konotatif adalah makna yang muncul dari makna kognitif (lewat makna kognitif), ke dalam makna kongnitif tersebut ditambahkan komponen makna lain. Bandingkanlah ekspresi berikut :
(1)                                 perempuan itu ibu saya
(2)                                 ah, dasar perempuan
makna kognitif tentu kita dapatkan pada contoh (1) sedangkan pada ekspresi (2) kata perempuan selain bermakna kognitif dan yang ditambahkan memiliki makna konotatif.
Makna kognitif dibedakan dari makna konotatif dan emotif berdasarkan hubungannya, yakni hubungan antara kata dengan acuannya (referent) atau hubungan kata dengan denotasinya (hubungan antara kata ungkapan dengan orang, tempat, sifat, proses,dan kegiatan luar bahasa (denotata kata)); dan hubungan antara kata (Ungkapan) dengan ciri-ciri tertentu disebut konotasi kata (ungkapan) atau sifat emotif kata (ungkapan).
Makna konotatif danmakna emotif dapat dibedakan berdasarkan masyarakat yang menciptakannya atau menurut individu yang menciptakannya atau yang menghasilkannya,dan dapat dibedakan berdasarkan media yang digunakan (lisan atau tulisan),serta menurut bidang yang menjadi isinya.
Suatu kata dapat memiliki makna emotif dan bebas dari makna kognitif, atau dua kata dapat memiliki makna kognitif yang sama, tetapi kedua kata tersebut dapat memiliki makna emotif yang berbeda. Makna emotif di dalam bahasa Indonesia cenderung berbeda dengan makna konotatif; makna emotif cenderung mengacu kepada hal-hal (makna) yang positif, sedangkan makna konotatif cenderung mengacu kepada hal-hal (makna) yang negatif.
1.3.5        Makna Referensial
Makna referensial adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau referent (acuan), makna referensial disebut juga makna kognitif, karena memiliki acuan. Makna ini memiliki hubungan dengan konsep, sama halnya seperti makna kognitif. Makna referensial memiliki hubungan dengan konsep tentang sesuatu yang telah disepakati bersama (oleh masyarakat bahasa) seperti terlihat di dalam hubungan antara konsep (reference) dengan acuan (referent) paa segi tiga di bawah ini.
         (b) konsep



 
(a)                                                                             (c)
Kata                                                                         acuan
Hubungan yang terjalin antar sebuah bentuk kata dengan barang, hal atau kegiatan (peristiwa) di luar bahasa tidak bersifat langsung, ada media yang terletak diantaranya. Kata merupakan lambing (symbol) yang menghubungkan konsep dengan acuan.

1.3.6        Makna Konstruksi
Makna konstruksi (bhs Inggris construction meaning) adalah makna yang terdapat di dalam konstruksi, mis makna milik yang diungkapkan dengan urutan kata  di dalam bahasa Indonesia. Disamping itu makna milik dapat diungkapkan melalui enklitik sebagai akhiran yang menunjukkan kepunyaan. Bandingkanlah contoh berikut :
(1)   itu buku saya
(2)   saya baca buku saya
(3)   perempuapn itu ibu saya
(4)   rumahnya jauh dari sini
(5)   di mana rumahmu?
(6)   Dst
1.3.7        Makna Leksikal
Makna leksikal (bhs Inggris – lexical meaning, semantic meaning, external meaning) adalah makna unsure-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa dll; makna leksikal ini dimiliki unsure-unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari konteks.
Makna grammatical (bhs Inggris- grammatical meaning : functional meaning, structural meaning, internal meaning) adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di dalam kalimat.di dalam sematik makna gramatikal dibedakan dari makna leksikal. Yang ada antara satuan bahasa dapat dihubungkan dengan makna gramatikal, sedangkan arti adalah pengertian satuan kata sebagai unsure yang dihubungkan.
Makna leksikal dapat berubah ke dalam makna gramatikal secara operasional. Sebagai contoh dapat kita pahami makna leksikal kata belenggu adalah (1) alat pengikat kaki atau tangan; borgol atau (2) sesuatu yang mengikat (sehingga tidak bebas lagi), sebagaimana makna gramatikal perhatikanlah ekspresi berikut :
(1)   Polisi memasang belenggun pada kaki dan tangan pencuri yang baru tertangkap itu,
(2)   Mereka terlepas dari belenggu penjajahan
1.3.8        Makna idesional
Makna idesional (bhs Inggris ideational meaning) adalah makna yang muncul sebagai akibat penggunaan kata yang berkonsep. Kata yang dapat dicari konsepnya atau ide yang terkandung di dalam satu kata-kata baik bentuk dasar maupun turunan. Kita mengerti ide yang terkandung di dalam kata demokrasi, yakni istilah politik (1) bentukan system) pemerintahan, segenap rakyat turut serta memerintah dengan perantaraan wakil-wakilnya; pemerintah rakyat; (2) gagasan-gagasan pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga Negara. Kata demokrasi kita lihat di dalam kamus dan kita perhatikan hubungannya dengan unsure lain dalam pemakaian kata tersebut kita tentukan konsep yang menjadi ide kata tersebut.
1.3.9        Makna Proposisi
Makna proposisi (bhs Inggris – propositional meaning) adalah makna yang muncul bila membatasi pengertian tentang sesuatu. Kata-kata dengan makna proposisi kitadapatkan di bidang matematika, atau bidang eksakta. Makna proposisi mengandung pula saran, hal,rencana, yang dapat dipahami melalui konteks.
Makna proposisi sejalan dengan apa yang disebut tautology di dalam bahasa Inggris yang merupakan aksioma bahasa.
1.3.10    Makna Pusat
Makna pusat (bhs Inggris – central meaning) adalah makna yang dimiliki setiap kata yang menjadi inti ujaran. Setiap ujaran (klausa, kalimat wacana) memiliki makna yang menjadi pusat (inti) pembicaraan. Mana pusat disebut juga makna tak berciri. Makna pusat dapat hadir pada konteksnya atau tidak hadir pada konteks.
1.3.11    Makna Piktorial
Makna pictorial adalah makna suatukata yang berhubungan dengan perasaan pendengar atau pembaca. Mis, pada situasi kita bisa bicara tentang sesuatu  yang menjijikkan dan menimbulkan perasaan jijik bagi si pendengar, sehingga ia menghentikan kegiatan (aktifitas makan).
1.3.12    Makna Idiomatik
Makna idiomatic adalah makna leksikal terbentuk dari beberapa kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan makna yang berlainan. Sebagian idiom merupakan bentuk beku (tidak berubah), artinya kombinasi kata-kata dalam idiom dalam bentuk tetap. Bentuk tersebut tidak dapat diubah berdasarkan kaidah sintaksis yang berlaku bagi suatu bahasa.
Makna idiomatic didapatkan di dalam ungkapan dan peribahasan. Bandingkanlah ekspresi berikut dan apa maknanya.
(1)   Ia bekerja membanting tulang bertahun-tahun.
(2)   Aku tidak akan bertekuk lutut di hadapan dia
(3)   Kasihan, sudah jatuh dihimpit tangga pula.
(4)   Dst
1.4        Tipe Makna
Tipe makna (bhs Inggris – type of meaning) adalah kajian makna berdasarkan tipenya. Tipe adalah pengelompokan sesuatu berdasarkan kesamaan  objek, kesamaan ciri atau sifat yang dimiliki benda, hal, peristiwa,atau aktifitas lainnya. Tipe-tipe makna dikemukakan oleh Leech (1974), yang membagi tipe makna menjadi tiga bagian besar (1) makna konseptual (2) makna asosiatif, dan (3) makna tematis.
Makna afektif adalah makna yang melibatkan perasaan dan sikap pembicara  atau penulis; makna refleksif dihubungkan dengan asosiasi lain, mis kata-kata tabu atau kata-kata tentang seks; makna koloratif (sanding kata) adalah makna yang muncul akibat kata-kata tertentu memiliki pasangan (sanding), mis kata cantik berkolokatif  dengan perempuan menjadi perempuan itu cantik, dan tidak akan berterima bila dikatakan pemuda itu cantik, akan tetapi ekspresi pemuda itu ganteng akan berterima di dalam bahasa Indonesia.
Bandingkanlah contoh berikut dan tentukan kolokasinya
(1)   Mentega tengik jangan kau beli
(2)   Nasi basi tidak baik untuk perut
(3)   Baju apek begitu harus dicuci
(4)   Wajah manis disukai banyak orang
(5)   Watak cengeng itu menyebalkan.
(6)   dst